Beberapa hari yang lalu kami dikejutkan dengan tuduhan pencemaran nama baik suatu institusi Negara oleh beberapa pihak. Pihak yang dimaksud adalah FPI dan PKS. Kami dituduh telah memfitnah kedua ormas tersebut sebagai bagian dari ISIS. Maka kami klarifikasi dengan jelas dan tegas bahwa FPI dan PKS BUKAN ISIS dan ISIS BUKAN FPI DAN ISIS. Dan kami meminta maaf kepada pihak-pihak yang salah paham dalam menafsirkan perkataan kami. Dan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman kembali, kami akan berusaha mengklarifikasi dengan ilmiyah pada tulisan ini.
Kronologinya adalah ketika kami menulis sebuah status yang isinya demikian:
“ISIS – FPI – PKS
Semuanya saling berkaitan.
Kebanyakan pendukung ISIS, mereka juga pendukung FPI, dan FPI tidak lepas dari simpatisan PKS.”
Selesai penukilan. Gambar bisa dilihat di bawah:
Apabila dicermati dengan seksama maka sesungguhnya makna sebenarnya dari tulisan tersebut sangat berbeda dari makna yang dipahami dari para penggugat.
“Kebanyakan PENDUKUNG ISIS”
Lihat, kata PENDUKUNG yang kami tulis, bukan ANGGOTA. Akan lain ceritanya kalau kami menulis:
“Kebanyakan ANGGOTA ISIS, mereka juga ANGGOTA FPI.”
Perbedaannya sangat jauh sekali ketika sang pengguggat menuduh saya bahwa anggota PKS adalah pendukung ISIS.
Lihat kalimat pertama, “Kebanyakan pendukung ISIS, mereka juga pendukung FPI.”
Pendukung itu bisa siapa saja, bisa anak kecil, bisa orang tua, dan kebanyakan yang mendukung ISIS memang orang-orang dari kalangan tidak paham agama dan suka dengan hal-hal yang berbau anarkisme. Begitu juga dengan yang mendukung FPI, bahkan orang-orang FPI sendiri identik dengan anarkisme. Begitu banyak kasus mereka membubarkan dengan paksa suatu majelis ta’lim yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka, yang mereka anggap dapat meruntuhkan aqidah mereka yang bermanhaj Asy’ariyyah. Akan tetapi anggota memang berbeda dengan pendukung. Anggota FPI cenderung beraqidah Asy’ariyyah, sementara pendukungnya bisa beraqidah apa saja, mungkin Syi’ah (sebagaimana yang beredar foto Habib Rizieq Shihab dengan beberapa penganut Syi’ah), bisa juga dari kalangan yang beraqidah Khawarij karena melihat sama-sama semangat dalam memberantas kemungkaran.
Kemudian di kalimat setelahnya kami menulis, “…dan FPI tidak lepas dari SIMPATISAN PKS.”
Lihat, wahai para pembaca yang budiman, lagi-lagi kami menggunakan kata “simpatisan” bukan “anggota” sebagaimana yang dituduhkan kepada kami. Ketika kami membukan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Online, kami dapati arti dari “simpatisan” adalah orang yang bersimpati (kpd partai politik dsb). Berbeda jauh maknanya dengan “anggota”. Yang berarti anggota adalah orang yang berada di dalamnya, memiliki Kartu Tanda Anggota (sebagaimana yang dijelaskan kepada kami), dan tergabung dalam struktur organisasi. Sementara simpatisan, bisa berasal dari mana saja, bisa anak kecil, bisa orang tua, bisa dosen, bisa pedagang di pasar, bahkan bisa Khawarij sekalipun. Sementara anggota adalah yang bermanhaj khusus dengan partai tersebut. Tentang manhaj partai ini pernah ditulis oleh salah seorang da’I Rodja bernama Firanda Andirja, Lc. MA di situsnya http://www.firanda.com/index.php/artikel/manhaj/646-pks-riwayatmu-kini dengan judul artikel PKS, Riwayatmu Kini, akan tetapi setelah kami cari artikel tersebut tidak dapat terhubung kepada situsnya, mungkin sudah dihapus atau alat penghubung kami yang bermasalah Wallahu a’lam, dan Alhamdulillah kami menemukan artikel yang semisal, di share oleh Muhammad Abduh Tuasikal di https://m2.facebook.com/muhammad.tuasikal/posts/10201691059342937?refsrc=http%3A%2F%2Fwww.google.com%2Furl&_rdr , akan tetapi kami berlepas diri dari apa yang beliau berdua lakukan berupa mengkampanyekan partai ini ketika Pemilu yang lalu. Dan selengkapnya tentang manhaj Ikhwanul Muslimin yang diadopsi oleh kader partai ini bisa pembaca lihat di http://asysyariah.com/fatwa-fatwa-ulama-besar-tentang-ikhwanul-muslimin/
Padahal hal yang sama pernah dilakukan oleh para simpatisan partai ini ketika menyatakan bahwa partai lawan adalah preman, komunis, kafir, dan sebagainya (bisa dilihat di http://m.merdeka.com/politik/pdip-sudah-kenyang-disebut-partai-preman-pki-kristen.html atau http://www.nahimunkar.com/militer-khawatir-komunisme-dan-pki-bangkit-lagi-lewat-pdip/ ). Padahal komunis termasuk paham yang sangat dilarang di Indonesia.
Kesimpulan dari penjelasan ini bahwasanya orang yang simpati terhadap ISIS, bisa jadi dia bersimpati kepada FPI, dan yang bersimpati kepada FPI, bisa jadi bersimpati pula kepada PKS.
Kemudian tidak hanya tuduhan itu saja, bahkan kami dituduh telah memecah belah persatuan NKRI. Padahal setelah status tersebut diposting, pihak manakah yang paling banyak menyebarkannya? Bukankah dari pihak penggugat sendiri yang justru menyebarkannya di Facebook sehingga dilihat oleh public, dikomentari, dan kemudian disebar lagi kesana kemari? Apabila memang pernyataan yang kami tulis tersebut dapat memecah belah persatuan NKRI, bukankah seharusnya disembunyikan?
‘Alaa kulli haal, kami berlepas diri dari segala tuduhan yang tertuju kepada kami bahwa kami telah mencemarkan nama baik institusi negeri. Dan kami memohon maaf kepada pihak-pihak yang telah salah paham atas apa yang telah kami tuliskan. Semoga klarifikasi yang telah kami uraikan secara ilmiyah ini bisa memahamkan para pembaca sekalian dan menjadi pelajaran untuk tidak terlalu tergesa-gesa dalam menghakimi seseorang.
Menutup tulisan ini, saya ingin menukil sebuah nasihat berharga dari seorang ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Asy-Syaikh Ahmad bin ‘Umar bin Salim Bazmul –hafidzohullah-:
“Menjauhlah dirimu dari fitnah, bergabunglah di belakang barisan ‘ulama kibar. Jangan kamu terjunkan dirimu dalam fitnah. Serahkanlah urusan fitnah kepada ‘ulama kibar, mereka yang akan mengupasnya.”
Nasehat yang berharga untuk diri saya pribadi dan para pembaca sekalian untuk menjauhi fitnah, menjauhi kelompok-kelompok yang terfitnah, terfitnah dengan politik kufriyyah sehingga membutakan mata hati dan menjadikan al-wala wal bara di atas partai yang dengannya seseorang tidak bisa lagi berfikir dengan jernih. Ketika melihat sedikit saja pernyataan yang memojokkan kelompok, golongan, partai, suku, ras, dan sebagainya, langsung saja tanpa mempelajari redaksinya, tanpa memahami maknanya yang akhirnya kalap dan memvonis secara membabi-buta.
Wallaahu a’lam bish-showaab
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita untuk tetap berada dalam al-haq dan menyelamatkan kita dari segala penyimpangan.
Samarinda, 6 Jumaadil Akhir 1436 H / 26 Maret 2015, pukul 23.11 WITA
Bayu Dwi Hannas